Oleh: Kusnandar Disastra )*
Program Prioritas Makan Bergizi Gratis (MBG) yang digagas pemerintah terus menjadi perhatian publik, bukan hanya karena skalanya yang besar, tetapi juga karena dampaknya yang strategis terhadap masa depan bangsa. Program ini bukan sekadar upaya pemenuhan gizi, melainkan investasi jangka panjang bagi pembangunan sumber daya manusia Indonesia yang sehat, cerdas, dan produktif. Untuk mencapai tujuan tersebut, sinergi antar-lembaga menjadi kunci utama agar pelaksanaan MBG berjalan aman, efektif, dan tepat sasaran.
Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), Taruna Ikrar menegaskan bahwa pemerintah terus memperkuat langkah bersama untuk memastikan pelaksanaan MBG memberikan manfaat nyata bagi masyarakat. Menurutnya, MBG merupakan program penting yang melibatkan tiga lembaga kunci, yakni Badan Gizi Nasional (BGN), Kementerian Kesehatan, dan BPOM. Kolaborasi ini bukan sekadar koordinasi administratif, tetapi merupakan bentuk komitmen nyata pemerintah dalam menjamin keamanan dan kualitas pangan yang disalurkan kepada penerima manfaat.
Taruna Ikrar menyoroti pentingnya aspek keamanan pangan dalam implementasi MBG. Sebagai lembaga pengawas, BPOM berperan memastikan setiap makanan yang diterima masyarakat memenuhi standar mutu dan keamanan yang ketat. Ia juga menekankan bahwa keberhasilan program ini tidak hanya diukur dari jumlah penerima manfaat, tetapi juga dari sejauh mana gizi dan keamanan pangan mampu mendorong peningkatan kualitas sumber daya manusia.
Indonesia memiliki bonus demografi yang luar biasa. Namun, potensi besar ini hanya akan menjadi berkah apabila generasi muda tumbuh sehat dan kuat, baik secara fisik maupun kognitif. Oleh karena itu, MBG hadir sebagai langkah strategis untuk memastikan anak-anak Indonesia mendapat asupan gizi seimbang yang mendukung tumbuh kembang optimal. Ia menilai, agar program ini berjalan optimal, dukungan dan masukan dari seluruh pemangku kepentingan sangat diperlukan, baik dari dunia pendidikan, sektor kesehatan, hingga masyarakat umum.
Senada dengan itu, Kepala Badan Gizi Nasional (BGN) Dadan Hindayana mengungkapkan pentingnya sinergi lintas sektor dalam pelaksanaan MBG. Menurutnya, kerja sama antara BPOM dan BGN memiliki pembagian peran yang saling melengkapi. BPOM fokus pada mitigasi risiko keamanan pangan, sementara BGN bertanggung jawab memastikan terpenuhinya kebutuhan gizi bagi setiap penerima manfaat. Pembagian peran yang jelas ini memperkuat fondasi program agar mampu berjalan secara sistematis dan akuntabel.
Penerima manfaat program MBG mencakup kelompok rentan seperti ibu hamil, ibu menyusui, anak dalam kandungan, hingga pelajar SMA. Kelompok ini merupakan fondasi utama kualitas generasi bangsa, sehingga tidak boleh ada yang tertinggal dalam menerima manfaat program. Namun, ia mengakui bahwa sekitar 70 persen penerima manfaat masih belum menerima haknya secara penuh. Untuk itu, BGN melakukan evaluasi menyeluruh, memperbarui standar operasional prosedur (SOP), memperketat pengawasan, serta mempercepat proses distribusi agar program lebih tepat sasaran.
Langkah BGN ini menunjukkan komitmen pemerintah dalam menghadirkan pelayanan publik yang responsif dan berorientasi pada hasil. Ketika semua elemen bekerja dengan prinsip kolaborasi dan integritas, maka potensi terjadinya kebocoran data, penyaluran yang salah sasaran, atau penyalahgunaan anggaran dapat diminimalisasi.
Sementara itu, Ketua Indonesia Sport Nutritionist Association (ISNA), Rita Ramayulis, menilai bahwa pemberian makanan bergizi melalui program MBG memiliki dampak luas bagi pembangunan sumber daya manusia Indonesia. Menurutnya, gizi merupakan faktor kunci dalam meningkatkan produktivitas dan daya saing bangsa. Namun, ia mengingatkan bahwa tantangan terbesar saat ini bukan hanya teknis pelaksanaan, melainkan rendahnya pemahaman sebagian masyarakat terhadap urgensi program ini.
Rita menilai, adanya penolakan atau keraguan terhadap MBG di sejumlah daerah bisa jadi disebabkan karena kurangnya informasi dan edukasi publik tentang pentingnya makanan bergizi. Banyak masyarakat yang belum memahami bahwa program ini bukan sekadar bantuan pangan, melainkan bagian dari strategi besar pemerintah dalam meningkatkan kualitas hidup warga negara sejak dini. Oleh karena itu, ia menekankan perlunya penguatan komunikasi publik yang dilakukan secara serentak dan berkelanjutan.
Komunikasi publik harus menyasar seluruh elemen ekosistem MBG, mulai dari anak-anak, orang tua, pihak sekolah, penyelenggara dan penyedia makanan, hingga media dan influencer. Hanya dengan pendekatan komunikasi yang inklusif dan berkesinambungan, masyarakat akan memahami nilai strategis MBG dan berpartisipasi aktif dalam menyukseskannya.
Jika dilihat secara keseluruhan, sinergi antar-lembaga dan keterlibatan masyarakat menjadi kunci keberlanjutan program MBG. Pemerintah melalui BPOM, BGN, dan Kementerian Kesehatan telah menunjukkan langkah konkret dengan memperkuat sistem pengawasan, memperbaiki tata kelola, dan memperluas cakupan edukasi publik. Namun, keberhasilan sejati dari program ini akan sangat bergantung pada kesadaran kolektif seluruh pihak dalam menjaga keberlanjutan dan transparansi pelaksanaan di lapangan.
Program MBG merupakan bentuk nyata kehadiran negara dalam memastikan setiap warga, terutama generasi muda, mendapatkan hak dasar atas gizi yang layak. Di tengah tantangan global seperti inflasi pangan, perubahan iklim, dan ketimpangan sosial, kebijakan ini menjadi contoh konkret bagaimana pembangunan manusia menjadi prioritas utama pemerintah.
Oleh karena itu, seluruh elemen bangsa, baik lembaga pemerintah, akademisi, sektor swasta, maupun masyarakat luas perlu terus memperkuat sinergitas dan kolaborasi. Dukungan ini penting untuk memastikan pelaksanaan MBG berjalan aman, tepat sasaran, dan memberikan manfaat jangka panjang bagi bangsa Indonesia. Dengan kebersamaan dan tanggung jawab kolektif, Indonesia dapat melahirkan generasi emas yang sehat, cerdas, dan siap bersaing di panggung dunia.
)* Pemerhati Standardisasi Gizi Nasional Wilayah Jawa Barat